Komisi III DPR RI Apresiasi Kunjungan Online dan Pembinaan di UPT Pemasyarakatan

JAKARTA – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengapresiasi layanan kunjungan online yang dilaksanakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan.

Hal tersebut terungkap dalam Rapat Kerja DPR RI bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), pada Rabu (2/2).

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly hadir dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI tersebut, membahas evaluasi kinerja dan capaian Kemenkumham Tahun 2021 serta rencana kerja Kemenkumham di Tahun 2022, program prioritas, strategi dalam pencapaiannya, dan revisi aturan terkait pemberian remisi bagi terpidana tindak khusus seperti korupsi, terorisme dan narkoba.

Rapat kerja yang dilakukan secara hybrid ini juga dihadiri langsung oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy O.S. Hiariej, dan seluruh Pimpinan Tinggi Madya Kemenkumham.

“Kami menanyakan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan mereka senang sekali dengan adanya kunjungan secara online yang disiapkan oleh setiap Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), sehingga dapat berkomunikasi dengan keluarganya setiap saat jika dibutuhkan,” ungkap M. Nurdin dari Fraksi PDI-Perjuangan.

Hal senada juga disampaikan anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI-Perjuangan lainnya, Johan Budi S. Pribowo, di mana layanan kunjungan online atau virtual merupakan sebuah peningkatan yang signifikan, terutama di masa pandemi COVID-19.

“Ketika mengunjungi Lapas di dapil, ada perubahan yang cukup mendasar dan perlu diapresiasi juga baik yang berkaitan dengan pelayanan WBP. Mereka merasa terbantu untuk mengobati kerinduan mereka kepada keluarga,” ujar Johan.

Kegiatan pembinaan kemandirian di dalam Lapas pun diapresiasi oleh Adde Rosi Khaerunnisa dari Fraksi Partai Golkar.

Dalam kunjungan kerjanya ke UPT Pemasyarakatan di Jawa Timur, Adde terkejut dengan kemampuan WBP dalam pembuatan kue yang merupakan bagian dari pembinaan kemandirian.

“Pembinaan di Lapas luar biasa. Bukan kaleng-kaleng. Ketika mencoba kue buatan WBP saya kira akan biasa saja, ternyata sangat enak bahkan kami berebutan mencicipi. Artinya, apa yang dilaksanakan bukan sekadar menghabiskan waktu di dalam Lapas, tetapi juga mampu menghasilkan produk dengan nilai ekonomi tinggi. Mohon untuk semakin ditingkatkan dan dipertahankan,” ungkap Adde.

Tak hanya itu, anggota Komisi III DPR RI juga memberikan perhatian khusus dalam ketersediaan tenaga kesehatan dan pengelolaan overcrowding atau kelebihan penghuni yang masih terjadi saat ini.

Terkait tenaga kesehatan, Komisi III DPR RI mendorong agar dilakukan penambahan tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat, mengingat jumlah WBP yang masih sangat tinggi, serta COVID-19 yang masih mewabah.

Anggota dari Fraksi Partai Nasdem, Eva Yuliana, mengungkapkan bahwa WBP termasuk kelompok yang rentan terpapar mengingat jumlahnya yang banyak dan berada di tempat yang terbatas.

Sementara itu, terkait dengan permasalahan overcrowding, Menkumham mengungkapkan bahwa Kemenkumham melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan telah melakukan sejumlah langkah sepanjang tahun 2021, di antaranya pelaksanaan Asimilasi di rumah bagi 58.708 WBP, pembangunan UPT Pemasyarakatan dengan penambahan kapasitas sebesar 2.818 orang, redistribusi atau pemindahan narapidana sebanyak 61.164 orang, pemindahan narapidana kategori high risk ke Pulau Nusakambangan sebanyak 329 orang, dan penguatan kelembagaan.

“Saya mengucapkan terima kasih atas masukan yang diberikan dan kami akan terus memperbaiki kinerja kami,” kata Yasonna.

Kemenkumham melakukan revisi aturan tersebut untuk menindaklanjuti putusan MA atas Judicial Review terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.

“Soal judicial review, kami sudah menindaklanjuti dan mengeluarkan Permenkumham Nomor 7 Tahun 2022,” ujar Yasonna.

Yasonna memaparkan revisi aturan remisi ini dilakukan dalam rangka penyelarasan dan sinkornasi dengan aturan-aturan yang ada khususnya putusan MA.

“Kita melihat, mensinkronasi dengan ketentuan-ketentuan yang ada supaya PP (aturan revisi) ini juga selaras dengan ketentuan yang ada,” paparnya.

Dalam revisi ini, kata Yasonna, hak-hak warga binaan untuk mendapatkan remisi tetap dijamin sesuai dengan aturan – aturan yang berlaku.

“Yang pasti setiap warga binaan, dimulai dari putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang mengatakan setiap warga binaan mempunyai, berhak atas remisi dan lain-lain,kemudian judicial review ke MA,” terang Yasonna.

Yasonna melanjutkan, proses revisi aturan remisi ini dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada.

Kemenkumham, kata politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini, juga mendengarkan masukan-masukan dari beberapa ahli dalam proses revisi tersebut.

“Kemudian kami merevisi persis dan juga mendengar beberapa masukan dari beberapa ahli supaya apa yang kami putuskan tidak menimbulkan persoalan baru, yang mengakibatkan tanggapan masyarakat simpang siur yang akan merugikan kita bersama,” tutup Yasonna. (*)

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button