Debt Collector PT Lapan Anam Secara Paksa Rampas Mobil Debitur Kader PP
Pena Metropolitan – Salah satu Kader Pemuda Pancasila Surin Welangon menjadi korban perampasan kendaraan bermotor yang dilakukan oleh pihak debt collector dari PT Lapan Anam yang berkantor di Jalan Patua nomor 21 C, Surabaya yang mendapatkan kuasa dari PT Nissan Financial Services Indonesia (NSFI).
Perampasan dilakukan ketika mobil Nissan Datsun Go dengan nomor polisi L 1636 SV warna hitam yang dikendarai Surin mengalami pecah ban di sekitar Jalan Dharmahusada Indah, Surabaya pada Selasa (12/11).
“Jadi selasa pagi (12/11) itu saya mau ke kantor MPC Pemuda Pancasila Surabaya, ketika mau masuk gang menuju kantor MPC, ban mobil saya itu mengelupas, akhirnya saya minggir dan telpon temen-temen di kantor mau tak ajak beli ban baru, nah pada saat itu datang sekitar 15 orang mendatangi saya dan merampas motor saya,” kata Surin kepada wartawan, Kamis (14/11).
Lebih lanjut Surin menjelaskan jika 15 orang yang datang mengendarai tiga unit mobil itu langsung memaksa dirinya untuk menandatangani surat penarikan mobil, dengan dalih bahwa mobil milik Surin telah 10 bulan tidak pernah membayar angsuran. Padahal lanjut Surin, dirinya hanya belum membayar dua angsuran saja.
“Tanpa menunjukan surat tugas atau surat identitas, mereka langsung membentak saya menanyakan apakah benar kamu yang namanya Surin dari Pemuda Pancasila, kamu itu sudah nunggak 10 bulan, ketika saya mencoba menunjukan bukti pembayaran saya melalui handphone tiba-tiba salah satu dari mereka merebut kunci mobil saya dan langsung kabur membawa mobil saya,” ungkap Surin.
Mengetahui mobilnya dibawa kabur, Surin langsung mengejar dan berhasil menghentikan mobilnya disekitaran Jalan Dr Moestopo. Ketika itu Surin bermaksud mengambil barang-barang yang ada di dalam mobilnya, karena menurut Surin didalam mobil tersebut banyak barang dan dokumen penting milik organisasi Pemuda Pancasila Surabaya.
“Ketika mobil dibawa kabur, saya langsung kejar sama teman saya untuk mengambil barang dan dokumen penting milik organisasi Pemuda Pancasila, namun ketika saya berhasil memberhentikan mobil saya di sekitaran perempatan Jalan Moestopo saya hanya dapat menyelamatkan laptop milik saya,” terang Surin.
Surin mengaku sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan oleh pihak colector dari PT Lapan Anam dan juga kepada manajemen PT Nissan Financial Services Indonesia yang diduga salah memasukan data pembayaran nasabah.
Sebagai nasabah, Surin sebenarnya sudah melakukan kewajibannya untuk membayar angsuran mobilnya. Namun, karena suatu hal, dua bulan terakhir ini dia belum bisa membayar angsuran mobilnya.
“Jujur saya sangat kecewa sama manajemen PT Nissan Financial Services Indonesia yang mengeluarkan data ke PT Lapan Anam kalau saya belum membayar 10 kali angsuran, padahal saya hanya telat membayar dua kali angsuran,” ujarnya.
Surin berharap, persoalan ini dapat segera diselesaikan, karena Surin mengaku sudah siap membayar dua kali angsuran yang belum terbayar dengan catatan mobilnya bisa segera dikembalikan.
Surin juga meminta PT Nissan Financial Services Indonesia meminta maaf karena kesalahan sistemnya dalam menginput data pembayaran konsumen.
Hari Kurniawan selaku Sales Head Area Jatim dari PT Nissan Financial Services Indonesia (NSFI) mengatakan akan segera mengupayakan mobil Datsun Go dengan Nomor Polisi L 1636 SV akan segera dikembalikan kepada debitur.
Pihaknya meminta waktu dua hari untuk mengembalikan mobil konsumen itu karena harus berkoordinasi dengan kantor NSFI pusat yang ada di Jakarta.
“Jadi kami minta waktu maksimal dua hari untuk mengembalikan unit mobil milik konsumen, karena kami butuh proses untuk koordinasi dengan kantor pusat di Jakarta,” kata Ari ketika melakukan mediasi di Mapolsek Wonokromo Polrestabes Surabaya, Kamis (14/11) siang.
Ditanya dimana keberadaan mobil Datsun Go L 1636 SV milik debitur, Ari mengatakan jika mobil tersebut saat ini sedang berada di Gudang PT JBA yang berada di daerah Waru, Sidoarjo.
Sementara itu, Pengacara Lembaga Penyuluhan dan Pembelaan Hukum (LPPH) Pemuda Pancasila Surabaya, Amrullah menjelaskan bahwa, ada aturan yang melarang leasing atau perusahaan pembiayaan menarik secara paksa kendaraan dari nasabah yang menunggak kredit kendaraan. Peraturan ini sendiri tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tentang pendaftaran fidusia bagi perusahaan pembiayaan.
“Dengan telah diterbitkannya peraturan Fidusia tersebut, maka pihak leasing tidak berhak untuk menarik atau mengambil kendaraan Anda secara paksa. Penyelesaian terhadap nasabah yang lalai dalam melakukan pembayaran kewajiban atas beban cicilan kendaraan harus diselesaikan melalui jalur hukum,” jelas Amrul.
“Jadi dalam hal ini, PT. Nissan Financial Services Indonesia (NFSI) dinilai telah melanggar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tentang pendaftaran fidusia bagi perusahaan pembiayaan,” imbuhnya.
Sesuai peraturan yang ada pada PMK tersebut, nasabah atau debitur yang melakukan pembelian mobil melalui sistem kredit ini nantinya akan didaftarkan secara fidusia. Peraturan fidusia ini sendiri berlaku sangat kuat karena debitur dan kreditur akan didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM.
“Dengan demikian secara resmi perusahaan leasing dan konsumen bersangkutan saling terikat dan memiliki perjanjian yang harus dijalani. Misalkan untuk debitur, mereka nantinya akan mendapatkan sertifikat fidusia, di mana dalam perjanjian motor yang telah dipegang atas nama mereka tidak boleh dialihkan sepihak,” terangnya.
Amrul juga menambahkan, tindakan leasing melalui debt collector yang mengambil secara paksa kendaraan, dapat dikenai ancaman pidana. Tindakan tersebut termasuk kategori perampasan sebagaimana diatur dalam pasal 368 KUHP.
“Tindakan dari debt collector itu termasuk pelanggaran terhadap hak nasabah sebagai konsumen sesuai Pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,” tambahnya.
Karena menurut Amrul, dalam perjanjian pinjaman dana yang dilakukan anggota Pemuda Pancasila belum didaftarkan jaminan fidusia.
“Maka tindakan penarikan paksa mobil anggota Pemuda Pancasila dan pembebanan biayanya adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan,” pungkas Amrul.